Di balik tangan kreatif
Kartini, beragam boneka karakter hewan dihasilkan. Pemilik UD Aldin Nature
Home, yang berada di Jl Bangunharjo I Kav 14, Banyumanik, Semarang, Jawa Tengah
ini menekuni usaha tersebut sejak 1997. Industri rumahan pembuatan boneka
tersebut memanfaatkan limbah konveksi pabrik garmen. Idenya sederhana,
menjadikan limbah konveksi seperti perca kain dan potongan dakron sebagai
boneka yang bisa ditenteng sebagai oleh-oleh.
”Suami saat itu beternak burung perkutut hingga 600 ekor, namun bangkrut karena
krisis moneter. Kami lantas memutar modal yang tersisa untuk membangun usaha
dari awal lagi,” ujar ibu empat anak ini.
Kartini dan suaminya, Tuwanto, mencoba peruntungan dengan membuat lap kacamata
berukuran 15x11,5 cm. Hanya bermodalkan Rp 80.000, keduanya membeli perca kain
limbah konveksi pabrik garmen yang berada di Karangjati Ungaran. Semula mereka
memproduksi 20 gros. Lap kacamata tersebut ditawarkan ke toko optik yang berada
di belakang rumah. Pesanan pun meningkat hingga 300 gros, sehingga mereka
mempekerjakan 20 orang karyawan.
Usaha tersebut berlangsung berkembang pesat. Tak berhenti disitu, Tuwanto yang
sehari-hari pegawai negeri di Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BPPI)
terus mengembangkan jaringan usaha. Ia mendatangi pedagang boneka di simpang
lima, guna menawarkan bahan baku boneka. Tawaran pun bersambut positif. Jadilah
ia memasok kain dan isian boneka berupa dakron.
Namun kian lama bahan baku tersebut semakin terbatas, ia dan suami berpikir
untuk membuat sendiri boneka. Mulanya nenek lima cucu itu membeli satu boneka,
lantas dibongkar. Dasar bakat, Kartini tak butuh waktu lama untuk belajar
membuat boneka. ”Dari melihat dan membongkarnya, kami tahu cara membuat boneka,”
ujar Kartini mengaku keterampilan yang dimiliki hanyalah menjahit.
Karena modal terbatas, semula mereka hanya memproduksi satu kodi boneka.
Tuwanto memasarkan boneka itu dengan menggelar dagangan di depan pabrik pada
pagi dan sore. Selain itu, ia menawarkan juga ke kantor Kementerian Agama
(Kemenag) yang tak jauh dari tempat tinggal mereka. ”Boneka kami sering
dijadikan cinderamata oleh pegawai Kemenag selepas mengikuti pra jabatan,”
imbuhnya.
Tidak main-main pesanan dari pegawai Kemenag itu tiap bulan rata-rata mencapai
300 boneka. Itu belum termasuk yang diambil pedagang boneka. Sekali ambil, satu
orang pedagang boneka bisa memesan 100 boneka. Kini dalam sehari, sedikitnya ia
dibantu dua orang karyawan mampu memproduksi 20 boneka. Usaha mereka dengan cepat
berkembang. Tidak hanya mampu membangun rumah, dari usaha itu mereka mampu
mengkuliahkan anak dan dua orang karyawannya tersebut.
Sepanjang hari ia terus berproduksi. Menurutnya, kendati harga bahan baku yang
terus merangkak naik namun usaha pembuatan boneka ini stabil. Kiat menjaga
kelangsungan usaha itu, tutur Kartini, terus melakukan inovasi. Bisa dibilang
tidak ada sisa limbah konveksi yang dijadikan bahan baku boneka itu terbuang.